Beranda | Artikel
Mencari Suami Penderita HIV yang Sudah Taubat
Senin, 15 Februari 2016

Penderita HIV ingin Mencari Pendamping Hidup?

Assalammualaikum, ustadz..
Sy seorang ibu penderita hiv yang tertular dr almarhum suami sy.. In shaa Allah sy sdh ikhlas menerima kenyataan bhw sy menderita hiv.. In shaa Allah alm meninggal dalam keadaan khusnul khotimah.. Sy ingin menikah lagi dengan ikhwan yang soleh penderita hiv yang sudah bertaubat, yang sudah belajar manhaj salaaf.. krn akan berdosa bagi sy bila menikah dgn ikhwan yg sehat krn akan beresiko tertular penyakit yg sy derita.. Bila menikah dgn sesama penderita, in shaa Allah akan berikhtiar bersama utk mendapatkan kesembuhan dalam ketakwaan kepada Allah swt.. Apakah ada komunitas pengajian manhaj salaaf bagi penderita hiv sehingga ada kemungkinan besar bagi sesama penderita utk menikah? Wassalammualaikum wr.wb..

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Wa alaikumus salam wa rahmatullah

Semoga Allah memberikan kesabaran bagi anda dan keluarga anda. Dan semoga Allah memberikan yang terbaik untuk anda, di dunia dan akhirat. Bagi seorang muslim, musibah dan sakit, bukan masalah terbesar dalam hidupnya. Karena mereka menyadari, hal terpenting adalah iman dan keselamatan agamanya. Hidup ini tidak akan ada yang bisa lepas dari musibah. Sehingga kita berharap, agar musibah itu tidak sampai membahayakan agama kita.

Dalam salah satu doanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon kepada Allah agar musibah yang menimpa beliau, tidak sampai menimpa agama.

وَلا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنا في دِينِنَا

Jangan Engkau jadikan musibah kami adalah musibah yang membahayakan agama kami. (HR. Turmudzi 3502 dan dihasankan al-Albani)

Setiap muslim, akan bisa berbahagia ketika sakit…

Baca: Berbahagia Ketika Sakit

Hukum Pernikahan Penyandang virus HIV

Dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth)

Termasuk bentuk membahayakan orang lain (dhirar) adalah menularkan penyakit yang dia derita kepada orang lain. Karena itu, terkait pernikahan orang yang terkena aids, ada 3 pertimbangan yang perlu diperhatikan,

[1] Pernikahan antara penyandang aids dengan orang normal, yang tidak menyandang aids.

Dalam kondisi ini sebagian ulama melarang terjadinya pernikahan. Karena ini justru menyebarkan penyakit ke tengah masyarakat.

Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz al-Uqail mengatakan,

لا يجوز للزوجة القبول بهذا الزوج المريض، وللولي أن يمنعها من ذلك

Tidak boleh bagi seorang wanita untuk menerima pernikahan dengan lelaki yang terkan aids. Dan wali berhak untuk menolak perniakahan ini. (http://www.almoslim.net/node/82391)

Bagaimana jika yang sehat merasa ridha?

Jika yang sehat merasa ridha, dan pernikahan dilanjutkan, maka pernikahan sah. Hanya saja, harus menggunakan alat kontrasepsi, untuk menghindari terjadinya penularan.

Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz al-Uqail mengatakan,

في حالة الرضا من الطرفين ببقاء الزواج مع وجود هذا المرض في أحدهما فلا مانع من ذلك بشرط تجنب الجماع المباشر أو استعمال الواقي استعمال صحيحاً

Dalam kondisi masing-masing sama-sama memahami untuk terjadinya pernikahan dengan pasangan penyandang virus HIV, ini tidak dilarang. Dengan syarat, hindari melakukan hubungan secara langsung tanpa pengaman atau dia gunakan alat kontrasepsi dengan cara yang benar. (http://www.almoslim.net/node/82391)

[2] Pernikahan antar sesama penyandang Aids

Para ulama membolehkan, karena tidak ada yang mendapatkan ancaman bahaya dalam kasus ini.

Dr. Khalid bin Ahmad Babathin menyatakan,

يجوز للمصاب بفيروس الإيدز أن يتزوج فتاة مصابة بهذا الفيروس، وأن يمارسا حياة طبيعية في ظل الزواج الشرعي؛ لأنه ليس هناك ضرر سيقع على أحد الطرفين، فالقاعدة الفقهية تقول: (لا ضرر ولا ضرار).

Boleh bagi penyandang virus HIV untuk menikah dengan wanita sesama penyandang HIV. Boleh membentuk keluarga harmonis dalam naungan pernikahan yang syar’i. Karena tidak ada ancaman bahaya yang akan mengenai salah satu pasangan. Sementara kaidah fiqh menyatakan, “Tidak boleh membahayakan diri sendiri atau orang lain.” (http://uqu.edu.sa/page/ar/81964)

[3] Keberadaan anak dari hubungan dengan penyandang HIV

Menurut keterangan ahli kedokteran, peluang terjadinya anak yang menyandang virus HIV dari orang tua penyandang virus ini adalah 28%. Itu artinya, dalam 10 anak yang terlahir, akan berpeluang munculnya 3 anak yang terkena virus HIV.

Karena itu, sebagian ulama melarang dalam pernikahan antar sesama penyandang virus HIV untuk memiliki anak. Sampai memastikan bahwa kondisinya telah kembali normal. Dan itu harus dilakukan dengan pengawasan dokter.

Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz al-Uqail mengatakan,

يجوز للمصاب بهذا المرض أن يتزوج امرأة مصابة مثله بشرط التأكد من القدرة على منع الإنجاب؛ لكيلا ينقلا العدوى لطفليهما، وبشرط استشارة الأطباء في ذلك

Boleh bagi lelaki yang terkena Aids untuk menikah dengan sesama penyandang Aids, dengan syarat, dia harus memastikan, dirinya mampu untuk tidak sampai terjadi kehamilan. Agar penyakitnya tidak berpindah ke anaknya. Dan dengan syarat telah bermusyawarah dengan dokter. (http://www.almoslim.net/node/82391)

Allahu a’lam

Catatan:

Dalam rangka tolong menolang dalam kebaikan, dan memudahkan saudara kita untuk mendapatkan kebahagiaan, bagi anda yang berminat membantu, bisa menghubungi email: [email protected]

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/26446-mencari-suami-penderita-hiv-yang-sudah-taubat.html